Samindo Resources adalah perusahaan investment holding terkemuka dan juga perusahaan publik di Indonesia, yang bergerak dalam industri jasa penambangan batubara terintegrasi. Sebagai perusahaan jasa penambangan batubara terintegrasi, kami memberikan layanan yang dapat memberikan solusi di setiap tahap operasi penambangan batubara.
Ruang lingkup Samindo Resources mencakup empat kegiatan utama dalam proses penambangan batubara terintegrasi. Perusahaan memiliki mayoritas anak perusahaan dan mengoperasikan konsesi pertambangan di provinsi Kalimantan Timur.
Saham Samindo Resources dimiliki oleh berbagai entitas terkemuka. Tujuan kami adalah untuk menciptakan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan memastikan bahwa kami selalu melangkah untuk kinerja yang lebih baik.
Good Corporate Governance (GCG) adalah rujukan bagi perusahaan yang menjalankan operasi sehari-hari untuk memastikan operasinya dikelola dengan baik. Sejalan dengan peningkatan aktivitas yang dilakukan oleh PT Samindo Resources Tbk, penerapan prinsip-prinsip GCG juga meningkat.
Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) memiliki tujuan utama untuk memastikan bahwa kepentingan sosial dari berbagai kelompok pemangku kepentingan Samindo Resources dapat dipenuhi dengan tepat dan proporsional, terutama bagi orang-orang yang tinggal di sekitar lingkungan kerja Perusahaan.
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten penyedia jasa tambang batu bara, PT Samindo Resources Tbk (MYOH) mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang sangat fantastis sepanjang 2018. Padahal pada 2016 dan 2017 laba perseroan mengalami kemerosotan.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesi (BEI) laba MYOH naik 151,57% YoY menjadi US$ 30,9 juta atau setara Rp 440,31 miliar dari yang sebelumnya hanya US$ 12,28 juta (Kurs US$ 1 = Rp 14.250).
Perusahaan akhirnya mampu mencatatkan kembali marjin bersih (net margin) di atas 15%. Tahun lalu, perusahaan membukukan net margin 17,19%.
Pertumbuhan laba bersih tahun 2018 tidak hanya disokong oleh peningkatan perolehan pendapatan pada seluruh aktifitas jasa perusahaan yang melesat karena pertambahan aset, seperti dump truck.
Layanan utama MYOH, yaitu jasa pengupasan lapisan tanah tertutup (overburden removal) naik 33,59% YoY menjadi US$ 175,89 juta dari yang sebelumnya US$ 131,66 juta. Pencapaian ini bahkan melebihi pendapatan di tahun 2015 yang sebesar US$ 156,93.
Jasa pengangkutan batu bara MYOH tahun lalu juga meningkat 15,98% YoY menjadi US$ 62,8, namun perolehan ini masih lebih rendah dibanding pendapatan tahun 2015 yang menyentuh US$ 67,81.
Lebih lanjut, jasa pengeboran dan eksplorasi secara konsisten terus tumbuh dari tahun ke tahun. Tahun 2018, aktifitas jasa tersebut tumbuh 7,23% YoY menjadi US$ 2,42 juta. Akan tetapi, pertumbuhan ini lebih rendah dibanding tahun 2017 sebesar 12,64% YoY.
Di lain pihak pertumbuhan laba juga disokong oleh program efisiensi perusahaan.
Dalam siaran pers perusahaan yang disampaikan Oktober 2018, perusahaan menyatakan telah menerapkan program efisiensi untuk menekan pos-pos beban perusahaan seperti biaya pokok produksi dan biaya administrasi.
Program ini, nampaknya memang sukses karena rasio biaya pokok penjualan berhasil ditekan dengan tahun 2018 berada di kisaran 79,18% atau sebesar US$ 190,91 juta. Padahal, tahun 2018 proporsi biaya pokok penjualan terhadap total pendapatan mencapai 85,43% atau sebesar US$ 160,67 juta.
Biaya umum dan administrasi perusahaan juga berhasil ditekan dan turun 8,19% YoY menjadi hanya US$ 8,65 juta. Penurunan ini didukung karena jumlah kompensasi yang diberikan perusahaan turun 11,82% YoY.
Dilihat dari sisi kinerja, MYOH nampaknya berhasil memuaskan investor dengan perolehan laba yang meroket. Akan tetapi, investor masih harus waspada akan kinerja perusahaan kedepannya.
Pasalnya, 92,61% pendapatan perusahaan bertumpu pada satu klien, yaitu PT Kideco Jaya Agung. Jika kemudian kontrak kerja sama tidak diperpanjang atau aktifitas penambangan Kideco menurun, tentunya akan mengancam pendapatan perusahaan.
Risiko penurunan aktifitas penambangan batu bara sangat mungkin terjadi.
Bagaimana tidak, harga rata-rata batu bara Newcastle tahun 2019 hanya US$ 96.8/ton, sedangkan di tahun 2018 harga rata-rata batu bara mencapai US$ 119.9. Penurunan ini dapat diimplikasikan dengan resiko penurunan permintaan sebesar 19,27% untuk kuartal 1 tahun 2019. Jika permintaan batu bara menurun, tentu besar kemungkinan aktifitas pertambangan batu bara juga turun.
Untuk menghindari skenario tersebut, tentunya perluasan "basket" perusahaan harus ditambah dengan mencari klien baru di tahun ini.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190327103413-17-63132/dua-tahun-boncos-2018-laba-myoh-meroket-15157